Berhaji Tanpa Mahram Bagi Perempuan

An Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama berijma’ (sepakat) bahwa seorang wanita dinilai wajib menunaikan haji dalam Islam jika ia telah berkemampuan. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا


“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali Imron: 97).

Mengenai kemampuan di sini sebenarnya sama halnya dengan pria. Namun para ulama berselisih pendapat apakah pada wanita disyaratkan harus adanya mahrom ataukah tidak.”
 

Khilaf Ulama

Berikut adalah beberapa pendapat para ulama mengenai hukum berhaji tanpa mahrom.

Disyaratkan seorang wanita dalam safar hajinya untuk ditemani oleh suami atau mahromnya jika memang ia telah menempuh jarak safar ke Makkah selama tiga hari. Jarak seperti ini adalah jarak minimal untuk dikatakan bersafar, demikian pendapat ulama Hanafiyah dan Hambali.

Mereka berdalil dengan hadits Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ ثَلاَثًا إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ


“Tidak boleh seorang wanita bersafar tiga (hari perjalanan) melainkan harus bersama mahromnya.” (HR. Muslim no. 1338 dan 1339, dari Ibnu ‘Umar)

Ulama Syafi’iyah dan ulama Malikiyah membolehkan mahrom tersebut diganti. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika ada para wanita yang tsiqoh–dua atau lebih–yang memberikan rasa aman, maka ini cukup sebagai pengganti mahrom atau suami. Hal ini ditinjau jika wanita tersebut sudah dikenai kewajiban untuk berhaji dalam Islam. Menurut mereka, “Yang paling tepat, tidak disyaratkan adanya mahrom bagi para wanita tersebut (yang akan berhaji). Sudah cukup sebenarnya jika sudah ada jama’ah yang jumlahnya banyak.”

Namun jika didapati satu wanita tsiqoh, maka tidak wajib bagi mereka untuk berhaji (yang selain wajib). Akan tetapi boleh baginya berhaji jika hajinya adalah haji fardhu (wajib) atau haji nadzar. Bahkan boleh baginya keluar sendirian untuk menunaikan haji yang wajib atau untuk menunaikan nadzar, selama aman.

Ulama Malikiyah menambahkan yang intinya membolehkan. Mereka mengatakan bahwa jika wanita tidak mendapati mahrom atau tidak mendapati pasangan (suami untuk menemaninya), walaupun itu memperolehnya dengan upah, maka ia boleh bersafar untuk haji yang wajib atau haji dalam rangka nadzar selama bersama orang-orang (dari para wanita atau para pria yang sholih) yang memberikan rasa aman.

Ad Dasuqi (sala seorang ulama Malikiyah) berkata bahwa kebanyakan ulama Malikiyah mempersyaratkan wanita harus disertai mahrom.

Adapun haji yang sunnah para ulama sepakat bahwa tidak boleh seorang wanita bersafar untuk haji kecuali bersama suami atau mahromnya. Untuk haji yang sunnah tidak boleh ia bersafar dengan selain mahromnya, bahkan ia bisa terjerumus dalam dosa jika nekad melakukannya.

Demikian kami sarikan dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah.

Terdapat tambahan dari penjelasan An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim. An Nawawi berkata, “’Atho’, Sa’id bin Jubair, Ibnu Sirin, Imam Malik Al Auza’i dan pendapat Imam Asy Syafi’i yang masyhur berpendapat bahwa tidak disyaratkan adanya mahrom. Yang disyaratkan adalah si wanita mendapatkan rasa aman. Ulama Syafi’iyah menerangkan bahwa rasa aman tersebut bisa tercapai dengan adanya suami, mahrom atau wanita-wanita yang tsiqoh (terpercaya). Haji tidaklah diwajikan menurut madzhab kami kecuali dengan ada rasa aman dari salah satu hal tadi. Jika didapati satu wanita tsiqoh saja, maka haji tidak menjadi wajib. Akan tetapi wanita yang akan berhaji boleh bersafar dengan wanita lain walaupun bersendirian. Ini yang tepat. …

Pendapat yang masyhur dari Imam Asy Syafi’i dan mayoritas ulama Syafi’iyah adalah pendapat di atas. Ulama Syafi’iyah kemudian berselisih pendapat mengenai hukum wanita berhaji yang sunnah tanpa adanya mahrom atau untuk safar dengan tujuan ziaroh atau berdagang atau semacam itu yang tidak wajib. Sebagian ulama Syafi’iyah katakan bahwa hal-hal yang tidak wajib tadi dibolehkan sebagaimana haji (yang wajib). Namun pendapat mayoritas ulama, “Tidak boleh seorang wanita bersafar kecuali dengan suami atau mahromnya. Inilah yang tepat karena didukung oleh hadits-hadits yang shahih.”

Terimakasih telah membaca artikel kami yang berjudul Berhaji Tanpa Mahram Bagi Perempuan semoga menjadi ilmu yang bermanfaat ..
Dari artikel Muslim.Or.Id'

Leave a Reply